ZUHUD
Yang di larang
Zuhud yang dilarang, yaitu zuhud yang harus dijauhi
dari diri kita. Berikut adalah hal-hal yang tidak termasuk dalam kategori
zuhud terhadap dunia yang harus dijauhi berdasarkan Al-Quran dan Sunnah Nabi:
- Meninggalkan dunia sama sekali; Imam Al-Ghazali berkata: “Ketahuilah mungkin ada yang mengira bahwa orang yang zuhud adalah orang yang meninggalkan harta, padahal tidaklah demikian. Karena meninggalkan harta dan menampakkan hidup hidup perihatin sangat mudah bagi orang yang mencintai pujian sebagai orang zuhud. Betapa banyak rahib yang setiap hari memakan makanan sedikit dan selalu tinggal di biara yang tidak berpintu, tetapi tujuan kesenangan mereka adalah agar keadaan mereka di ketahui orang dan mendapatkan pujian. Hal ini jelas tidak menunjukkan zuhud. Jadi, mengetahui kezuhudan merupakan hal yang musykil, demikian pula keadaan zuhud pada seorang yang zuhud.”
- Meninggalkan seluruh harta benda serta menjadikan kefakiran sebagai tujuan hidup. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
الَيْسَ الزُّهْدُ فِي الدُّنْيَا
بِإِضَاعَةِ الْمَالِ وَ لَا تَحْرِيمِ الْحَلَالِ
“Bukanlah zuhud pada dunia dengan menyia-nyiakan harta dan mengharamkan yang halal.” (HR.
Tirmidzi)
3. Meninggalkan
hal-hal mubah padahal bermanfaat; Diantara tipu daya Iblis dalam menyesatkan manusia
adalah menjadikan seseorang salah sangkan bahwa zuhud ialah meninggalkan hal
yang mubah padahal bermanfat. Mereka hanya makan roti tanpa tambahan gizi yang
membuat tubuh menjadi sehat, agar ibadah tetap semangat. Mereka tidak mau
bekerja mencari nafkah yang bermanfaat buat kesehatan mereka. Rasulullah
bersabda:
“Tidak ada seorang memakan satu makanan pun lebih baik
dari pada makanan yang dihasilkan oleh tangannya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi
Daud memamakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari)
Hasan Al-Bashri berkata: “Bukan termasuk zuhud
terhadap dunia dengan mengharamkan yang halal dan melenyapkan harta. Namun
zuhud adalah, segala yang ada di tangan Allah lebih kau percayai daripada yang
ada di tanganmu.”[1]
4. Zuhud lahiriyah; yaitu zuhud yang terlihat secara
lahiriyah saja. Zuhud yang hanya tampak pada hal-hal yang nampak. Seperti
sederhana, tidak mewah, seakan bersahaja, padahal sejatinya hatinya tidak
mencerminkan kezuhudan yang sesungguhnya. Orang seperti ini sering memamerkan
dirinya dihadapan orang agar disebut zuhud. Ketahuilah zuhud itu pada hati, dan
akan tercermin dalam kehidupan sehari-hari da’i.
5. Meninggalkan pernikahan; Sebagian sufi mengatakan, “Barang
siapa yang menikah berarti ia telah memasukkan dunia ke dalam rumahnya, maka
waspadalah dari pernikahan.”[2]
Mereka juga berkata, “Seorang
laki-laki tidak akan mencapai derajat orang-orang shiddiqin sampai ia
meninggalkan isterinya seolah-olah seperti janda, dan membiarkan anak-anaknya
seolah-olah seperti anak yatim, dan dia menetap dikandang anjing.”[3] Tentu
saja ini menyalahi Al-Quran dan Sunnah Nabi. Padahal baginda Muhammad sendiri
melakukannya bahkan beliau memerintahkan umatnya untuk melakukan syari’at
nikah, dan mengatkan barang siapa yang meninggalkannya tidak termasuk umatnya.
Allah Subhanu wa Ta’alaa berfirman:
“Wahai Muhammad, katakanlah kepada
manusia: “Siapakah yang berani dengan sesuka hatinya mengharamkan pakaian,
makanan, dan minuman yang Allah ciptakan untuk para hamba-Nya dan hewan ternak
yang di sembelih untuk di makan?” Wahai Muhammad, katakanlah: “Semua itu untuk
orang-orang yang beriman guna kepentingan hidupnya di dunia ini. Kelak di
akhirat, pakaian, makanan dan minuman yang enak itu khusus khusus untuk orang-orang
mukmin.” Begitulah Kami jelaskan syari’at Kami dengan rinci kepada kaum yang
mau mengerti syari’at kami.” (QS.
Al-A’raaf 7: 32)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: “Nikah adalah bagian dari sunnahku, barangsiapa
yang berpaling dari sunnahku maka bukan termasuk umatku.” (HR. Ibnu
Majah)
“Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian
memiliki kemampuan, maka segeralah menikah, karena sesungguhnya itu lebih
menjaga pandangan dan memelihara kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka
hendaklah berpuasa karena hal itu akan bisa meredakan gejolak (syahwat).” (HR. Bukhari & Muslim)
POTRET ZUHUD PARA SALAF
Dahulu para nabi juga salaf melakukan zuhud sesuai
dengan syari’at. Nabi Sulaiman adalah hamba Allah yang zuhud, padahal ia
memilki harta yang melimpah juga kekuasaan. Baginda Muhammad adalah manusia
paling zuhud, namun beliau memiliki 9 isteri. Beliau juga bekerja. Begitu juga
para sahabat-sahabat beliau, khalifah yang empat, Abdurrahman bin Auf dan
Zubair bin Awwam diantaranya. Mereka memiliki harta banyak namun mereka tetap
zuhud. Mereka adalah orang yang paling mengerti makna zuhud dan bagaimana
menerapkannya. Mereka memiliki harta yang melimpah namun mereka
menginfakkannya, untuk kelancaran dakwah dan jihad. Para sahabat yang tidak
memiliki harta—seperti mereka—sering iri kepada mereka disebabkan keutamaan
(berinfak) yang mereka dapatkan yang tidak didapatkan oleh sahabat lainnya.
Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa beberapa
sahabat (miskin) dari golongan muhajirin datang mengadu kepada Rasulullah,
mereka berkata: “Orang-orang kaya (diantara kami) mendapat derajat yang tinggi
dan kenikmatan yang kekal (di surga).” Rasulullah bertanya: “Ada apa dengan
mereka?” Mereka berkata: “Mereka shalat seperti kami, puasa seperti kami dan
mereka bersedekah sedang kami tidak,” kemudian Rasulullah mengajarkan kepada
mereka kalimat tasbih, tahmid dan takbir, yang bisa menyamai pahala sedekah.
Namun, pada kesempatan berikutnya mereka mendatangi Rasulullah, mereka berkata:
“Saudara-saudara kami yang kaya mendengar (tahu) apa yang kau ajarkan kepada
kami kemarin, lalu mereka pun melakukan hal sama (sebagaimana yang kami
lakukan),” lalu Rasulullah bersabda:
ذلك فضل الله يؤتيه من يشاء
“Itulah keutamaan dari Allah yang dinerikan kepada
siapa yang Ia kehendaki.” (HR. Muslim)
Berikut adalah satu contoh zuhud dari Abu Dzar
Al-Ghifari[4] sahabat
Rasulullah Shalallahu ‘Aliahi wa Sallam yang zuhud terhadap
dunia:
Sahabat Nabi yang satu ini terkenal dengan
kezuhudannya, para sahabat sering menyebut-nyebut dirinya dalam majelis-majelis
ketika berbicara tentang zuhud. Beliau sering menolak harta yang diberikan
kepadanya.
Suatu hari seorang mendatangi beliau lalu menawarkan
bantuan harta kepanya. Lantas Abu Dzar menolak dengan berkata, “Aku sudah
memiliki kambing yang dapat diperas susunya, binatang yang bisa kami kendarai,
kami juga memiliki budak yang melayani kami, ditambah pakaian pakaian yang bisa
kami pakai. Aku hanya hawatir jika nanti aku dihisab karena kelebihan harta.
Beliau juga pernah menolak menambah jatah makan sehari-harinya lebih dari yang
pernah dimilikinya semasa Rasulullah masih hidup. Itu beliau lakukan hanya
semata-mata takut kalau harta itu merupakan pintu yang akan membuatnya
tergantung dengannya.
Itulah hidup beliau, tidak menerima begitu saja
pemberian orang. Baginya, meskipun ia sudah menunaikan hak Allah, mencarinya
(harta) melalui jalan yang halal, membelanjakannya, namun harta itu bisa saja akan
menangguhkan dirinya masuk ke surga nanti. Menurut beliau, pemiliki dua dirham
lebih besar hisabnya di hari kiamat ketimbang pemilik satu dirham. Pada
akhirnya hayatnya, beliau hanya meninggalkan dua ekor keledai betina dan satu
keledai jantan, seekor domba, dan beberapa kendaraan tunggangan.
ZUHUD DAN APLIKASINYA
Dunia itu tidak tercela secara mutlak. Ia tercela
karena pengaruhnya membuat orang condong kepadanya sehingga membuat orang lalai
dan memalingkan diri dari mengingat Allah. Maka hendaknya seorang muslim harus
berzuhud, karena dengannya segala yang membuat orang lalai bisa diatasi.
Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Zuhud adalah perbuatan hati. Oleh
karenanya, tidak hanya sekedar memperhatikan keadaan lahiriyah, lalu seseorang
bisa dinilai sebagai orang yang zuhud. Seorang dikatakan zuhud selama
kebutuhannya pada dunia tidak membuatnya lalai mengingat Allah. Seorang
muslim harus bisa mengaplikasikan zuhud dalam kehidupan sehari-hari, ini
dilakukan tanpa harus meninggalkan kepentingan dunia secara total.
Zuhud bisa dilakukan oleh siapa saja. seorang
muslim saat berdagang/bekerja tidak perlu merasa rugi besar karena
waktunya digunakan untuk berdagang jika ia tidak lalai mengingat Allah. Sebab
waktunya untuk bedangang dan mencari nafkah adalah wujud dari sifat
zuhudnya. Karena ia tidak membebani orang lain. Ia bekerja agar bisa
membantunya untuk taat kepada Allah. Pun demikian pula bila mengerjakan
pekerjaan-pekerjaan lainnya selama tidak lalai.
Kuncinya adalah jika seseorang ingin berusaha
menyucikan jiwa dan hatinya dengan zuhud, maka ia mesti memiliki ilmu dan
pengetahuan yang benar tentang zuhud. Karena jika itu ada pada dirinya, maka
akan memudahkan langkahnya dalam berpijak, berlandaskan agama yang kokoh.
Tidak tercela da’i yang memiliki harta banyak. Jika
diperhatikan maka seharusnya da’ilah yang mesti kaya, karena ia dapat mengelola
hartanya dengan baik, dan mengifakkan ke orang lain. Berikut satu kisah semoga
bisa jadi pelajaran bagi kita dalam memahami arti dan aplikasi zuhud yang
sebenarnya:
Abul ‘Abbas As Siraj, ia berkata bahwa ia mendengar
Ibrahim bin Basyar, ia berkata bahwa ‘Ali bin Fudhail berkata, ia berkata bahwa
ayahnya (Fudhail bin ‘Iyadh) berkata pada Ibnul Mubarak:
أنت تأمرنا بالزهد والتقلل، والبلغة،
ونراك تأتي بالبضائع، كيف ذا؟
“Engkau memerintahkan kami untuk zuhud,
sederhana dalam harta, hidup yang sepadan (tidak kurang tidak lebih). Namun
kami melihat engkau memiliki banyak harta. Mengapa bisa begitu?”
Ibnul Mubarak mengatakan:
يا أبا علي، إنما أفعل ذا لاصون وجهي،
وأكرم عرضي، وأستعين به على طاعة ربي.
“Wahai Abu ‘Ali (yaitu Fudhail bin ‘Iyadh). Sesungguhnya hidupku seperti ini hanya untuk menjaga wajahku dari ‘aib (meminta-minta). Juga aku bekerja untuk memuliakan kehormatanku. Aku pun bekerja agar bisa membantuku untuk taat pada Rabbku.”[5]
Imam Ahmad pernah ditanya mengenai seorang pria yang
memiliki uang seribu dinar. Apakah ia adalah seorang yang zuhud? Beliau
menjawab, “Ya, dengan syarat: Ia tidak bangga jika uangnya bertambah, dan tidak
sedih jika berkurang.” Artinya orang kaya bukan berarti ia tidak bisa di sebut
zuhud jika ia ingat Allah dan tidak mementingkan dunia.[6]
0 komentar:
Posting Komentar